Rabu, 13 Maret 2019

Bodrek Cinta


S
eperti biasa pukul enam pagi aku sudah siap-siap berangkat ke sekolah dengan sarapan secangkir teh manis dan dua potong biskuit untuk mengganjal perut ini hingga siang nanti.
     Pukul enam lewat sepuluh menit aku sudah berada di bus yang akan membawaku ke tempat tugas. Lagi-lagi menumpang bus dimanjakan dengan tembang-tembang manis yang diputar oleh sopir bus. Penumpang terhanyut dalam lamunan dan tenggelam dalam kenangannya masing-masing menikmati sweet memories love song yang mengalun manis menemani perjalanan pagi ini.
       Argh....bayangan itu kembali hadir, sosok berkaca mata itu selalu datang dalam kesendirianku. Kenapa begitu sulitnya move on dari semua kenangan yang berhubungan dengannya? Aku sudah berusaha untuk melupakan semua kenangan tentangnya, tetapi mengapa seakan ada magnet yang menarik bayangannya dan membawanya ke fikiranku.
     Sampai di sekolah, aku berusaha untuk fokus ke tugasku. Aku singkirkan semua kegalauan hati ini. Aku buang semua beban yang berkecamuk. Aku tidak mau kelihatan lemah dan harus selalu bersemangat dalam melaksanakan tugas. Mengesampingkan semua masalahku termasuk menghilangkan dulu bayangan Andika dari fikiranku.
     Pagi ini jadwal pertamaku di lokal X. 2. Kebetulan aku wali kelas lokal ini.
     “Assalamualaikum!”
     “Waalaikum Salam Bu!” jawab anak-anak serempak.
    “Aku tersenyum sambil memandangi wajah mereka satu persatu.
     “Pa kabar pagi ini Ananda?”
     “Alhamdulillah baik Bu...”
“Alhamdulillah, semoga slalu sehat ya biar PBM nya ngga terganggu. Jaga kesehatan dengan istirahat yang cukup, makan dan olah raga yang teratur” jelasku lebih lanjut.
 “Baik Bu...” mereka menjawab serempak.
      “Udah sarapan tadi?” tanyaku lagi
       Hanya beberapa orang siswa yang menjawab sudah dan yang lainya belum sarapan pagi ini.
      “Usahakanlah selalu sarapan sebelum berangkat ya Ananda, supaya kamu bisa fokus mendengarkan pelajaran yang disampaikan oleh Bapak dan Ibu guru!”
      Mereka mengangguk, seolah paham apa yang aku katakan, tetapi kenyataannya setiap hari ada saja yang tidak sarapan dengan berbagai alasan.
     Menanyakan kabar mereka sudah menjadi kebiasaanku sebelum memulai menerangkan pelajaran. Karena menurutku kedekatan hati dengan siswa itu yang pertama yang harus kita lakukan. Kalau kita sudah dekat dan memahami karakter mereka masing-masing. Kita akan mudah menggiring mereka untuk fokus mendengarkan materi apa yang akan kita sampaikan.
      Kembali aku perhatikan satu persatu wajah mereka, dan mataku berhenti menatap sosok bertubuh tegar yang duduk sendiri di bangku bagian belakang. Wajahnya pucat, matanya merah dan pandangannya kelihatan sayu. Siswa itu bernama Candra Winata, panggilannya Candra. Candra adalah siswa yang aktif pada kegiatan sekolah, dia termasuk siswa yang berprestasi pada kegiatan Ekstrakurikuler Passusbra. Tetapi nilai prestasi belajarnya biasa-biasa saja. Anaknya pintar bergaul, luwes dan selalu ceria.
      Sudah beberapa hari ini aku lihat Candra berbeda dari dari hari-hari biasanya, dia jadi pendiam sekarang, sepertinya  ada beban yang sangat berat yang dia fikirkan. Dia banyak melamun di kelas dan agak suka menyendiri, tidak mau bergabung dengan teman-temannya saat bermain di jam istirahat.
      Pagi ini kulihat Candra banyak menundukkan wajahnya dan sejak aku masuk tadi tidak terdengar suara Candra. Biasanya dia selalu bersemangat menjawab setiap pertanyaanku. Aku beranjak dari tempat duduk dan berjalan ke belakang menghampiri Candra.
“Candra, kamu lagi sakit ya...”tanyaku sambil meletakkan telapak tangan di kening Candra. Ya Allah....panas sekali suhu tubuh Candra.
      Candra  hanya diam, tidak menjawab pertanyaanku. Kulihat dia merasa sangat kedinginan, wajahnya tampak semakin pucat.
      “Kamu istirahat di ruangan UKS saja ya Can...”
      “Ngga usah Bu, Candra di sini saja, Candra ngga apa-apa Bu...” jawab Candra.
      “Ngga apa-apa gimana? Tubuhmu panas sekali Candra...! Yuuk kita ke ruangan  UKS, kamu minum obat dan bisa istirahat di ruangan UKS....” ajakku sedikit memaksa.
     Akhirnya Candra mematuhi apa yang aku katakan dan perlahan bangkit dari tempat duduknya dan dengan sedikit tertatih berjalan menuju ruangan UKS. Candra beristirahat sampai jam terakhir di ruangan UKS dan dia diantar pulang oleh Yogi teman selokalnya. Rumah Candra tidak terlalu jauh dari sekolah.
     Besok siangnya sekitar pukul 10.00 WIB saat aku lagi membimbing siswa praktek di labor tiba-tiba aku dikejutkan oleh gedoran pintu labor. Setelah dibuka terlihat dua orang siswi cantik  Naila dan Inneke. Wajah mereka berdua kelihatan sangat cemas. Dengan sedikit gugup dan nafas yang masih tersengal karena berlari dari lokal ke labor. Mereka menyampaikan kabar tentang Candra.
     “Candra pingsan Bu, dia jatuh di kelas barusan!” Kata Naila.
     “Candranya dimana sekarang Nai?” tanyaku dengan wajah yang masih kaget mendengar berita ini.
     “Masih di lokal Bu....”
      Bersama Naila dan Inneke aku bergegas menuju lokal X.2. Kulihat Candra tergeletak di lantai, wajahnya sangat pucat dan suhu tubuhnya lebih panas dari yang kemarin.
      “Anak-anak.... kita bawa Candra ke ruangan UKS ya..!” seruku.
      Bersama beberapa orang siswa aku mengangkat tubuh Candra ke tandu dan membawanya ke ruangan UKS. Sampai di ruangan UKS keadaan Candra bertambah parah, tubuhnya kejang, dan dia tidak sadarkan diri. Kami semua sangat cemas dengan kondisi Candra. Kamipun langsung membawa Candra ke rumah sakit yang terdekat dari sekolah. Dokter dan perawat di rumah sakit dengan cepat memberikan tindakan terhadap Candra.
     Tubuh kekar itu kini terbaring tidak berdaya, tergeletak lemah di atas ranjang rumah sakit dengan infus dan oksigen terpasang ditubuhnya. Nyaris saja nyawanya terenggut oleh kebodohan yang dia ciptakan sendiri. Aku tidak menyangka kalau Candra akan berbuat senekat itu. Sangat kusesali apa yang telah dilakukan Candra ini, ternyata di balik tubuhnya yang kekar ternyata jiwanya sangat rapuh dan labil. Hatinya mudah patah dan sekarang sedang terluka.
     Menurut dokter yang menangani Candra, Candra mengalami over dosis obat. Setelah ditanya, ternyata semalam Candra menengak enam butir bodrex dan 4 butir paramex. Untunglah dokter bertindak cepat dengan mencuci lambung Candra dan mengeluarka obat yang menumpuk di lambungnya dengan cara mendorongnya untuk muntah.
     Kulihat dokter bekerja dengan sangat cepat dan alhamdulillah Candrapun muntah dan bodrex serta paramex yang nyaris merenggut nyawanya tersebut ikut keluar.
     “Alhamdulillah....Terima kasih ya Allah...”Aku tiada henti mengucap syukur.
      Kami semua lega melihat Candra mulai siuman dan menatap satu persatu wajah yang mengelilinginya. Saat matanya menatapku, Candra spontan saja bertanya,”Cyntia mana Bu?” Aduh naaak, dalam kondisi tidak berdaya begini, tetap saja nama Cyntia yang ada dalam fikiranmu.
     “Candra, kamu lagi sakit, jangan fikirkan yang lain dulu. Fikirkan saja kondisimu, kamu harus berjuang agar cepat sembuh dan pulih seperti sedia kala, kasihan ayah dan ibumu, dari tadi tidak berhenti menangis melihat keadaanmu!” jelasku memberi pengertian pada Candra.
     “Tapi Bu....! Candra ingin ketemu sama Cyntia sekarang, bawa dia ke sini ya Bu...!”
     “Kamu harus sembuh dulu Candra...!” tegasku
      Candra terdiam dan tidak membantah lagi.
     Cyntia adalah pacarnya Candra eman bulan belakangan ini. Hubungan mereka baru saja berakhir sebelum pelaksanaan ujian tengah semester kemaren, karena Cyntia tidak diizinkan oleh orang tuanya untuk berpacaran sebelum menyelesaikan kuliah. Cyntia sudah membicarakan masalah ini baik-baik dengan Candra dan mengharapkan pengertian Candra. Tetapi Candra yang lagi dimabuk asmara tidak mau menerima keputusan tersebut. Dia merasa kalah dan merasa sangat kecewa.
     Efek dari masalah tersebut, Candra jadi tidak fokus belajar, sering cabut dan akibatnya nilai UTS nya hancur. Hampir di semua bidang studi nilainya di bawah KKM. Puncak kekalutan Candra kemaren malam, dia akhirnya nekat tanpa memikirkan efek dari perbuatannya itu. Karena cinta butanya bodrexpun ikut berperan. Candra menengak obat flu Bodrex dan paramex, masing-masing satu strip.
     Awalnya katanya hanya untuk menarik perhatian Cyntia saja, akan tetapi kasus Candra ini bukan saja menarik perhatian Cyntia saja, namun menarik perhatian semua siswa dan guru di sekolah bahkan beritanya merembes ke sekolah lainnya.
     Candra sudah dibutakan oleh cinta, tak bisa lagi berfikiran jernih dan mengambil jalan pintas dan mempertaruhkan nyawanya untuk cewek manis yang bernama Cyntia.
     Aku sangat prihatindan sedih melihat tubuh Candra yang terbaring lemah dan tatapan mata yang sayu. Dia menderita dan tersiksa oleh kebodohannya dalam mempertahankan cintanya. Begitu kuat cintanya tapi dia lupa bagaimana memaknai cinta itu sebenarnya. Cinta tak harus memiliki.
    Seperti perasaan yang aku miliki terhadap sosok cowok berkaca mata yang selalu mengisi ruang hatiku. Kucoba mengikhlaskan semuanya, bukan takdirku untuk bersamanya, aku terima kenyataan itu walau sulit untuk benar-benar bisa melupakannya seratus persen dari hatiku. Biarkanlah semua mengalir seperti air. Biar Allah yang mengatur semuanya, dan semua akan indah pada waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Merindukan Gang Iblis

By. Rien Sudah sangat lama kami meninggalkan tempat itu. Namun, seakan ada suara yang terus memanggil. Sebenarnya ada apa di gang iblis? Gan...