By: Rieny
Mengenang kembali kejadian 10 tahun yang lalu, Saat itu Bumi Minang Menangis.
Peristiwa yang amat dasyat menghantam negeri ini. Meluluhlantakkan keelokan tanah tempatku berpijak. Selalu terukir dalam ingatan tentang jeritan dan kepiluan yang bersahut-sahutan menyayat hati.
Saat itu pada pada pukul 17.16 menit hari Rabu di penghujung bulan September 2009.......
Ketika pasar disibukkan oleh aktifitas jual beli sore.
Di saat padatnya jalan raya riuh oleh pengendara mobil dan motor yang berdesakan dari tempat kerja masing-masing menuju pulang ke rumah.
Di saat suasana rumah dipenuhi gelak tawa si kecil yang berlarian dan bercengkrama dengan ayah bunda.
Guncangan itu tiba-tiba datang menyapa dengan kuatnya. Membuat jiwa tersentak. Teriakan dan lolongan ketakutan terdengar dari berbagai penjuru. air mata tumpah membentuk ribuan anak-anak sungai.
Bangunan roboh. Gedung-gedung hancur, Semua berlari tak tau arah. Hentakannya membuat perasaan bagai digulung-gulung pusaran angin yang akan membawa terbang menembus langit ke tujuh.
Dasyat.....sungguh dasyat goncangan gempa yang menimpa bumi Minang kala itu. Goncangan yang memberikan peringatan kepada setiap insan bahwa azab Allah itu benar adanya. Balasan buat tingkah polah kita yang lari dari aturanNya. Masihkah kita mengingkarinya?
______
TUJUH BELAS ENAM BELAS
Tujuh belas enam belas
di penghujung bulan sembilan
Ranah minang kembali diguncang gempa
gempa yang amat dasyat...
Gedung-gedung hancur
ribuan orang tertimbun reruntuhan
Sawah ladang disapu longsor
orang tua kehilangan anak
anak kehilangan orang tua
sanak saudara bercerai berai
semua bersedih
semua berduka
semua trauma
bumi minang menangis...
Tujuh belas enam belas
adalah teguran dari yang maha penguasa
untuk meninggalkan semua perbuatan dosa
dan kembali ke jalannya
Tujuh belas enam belas
di penghujung bulan September itu
menyisakan serpihan-serpihan hati
'ntuk menata kehidupan yang baru
yang benar-benar bersih.
[Payakumbuh, 30 September 2009]
Mengenang kembali kejadian 10 tahun yang lalu, Saat itu Bumi Minang Menangis.
Peristiwa yang amat dasyat menghantam negeri ini. Meluluhlantakkan keelokan tanah tempatku berpijak. Selalu terukir dalam ingatan tentang jeritan dan kepiluan yang bersahut-sahutan menyayat hati.
Saat itu pada pada pukul 17.16 menit hari Rabu di penghujung bulan September 2009.......
Ketika pasar disibukkan oleh aktifitas jual beli sore.
Di saat padatnya jalan raya riuh oleh pengendara mobil dan motor yang berdesakan dari tempat kerja masing-masing menuju pulang ke rumah.
Di saat suasana rumah dipenuhi gelak tawa si kecil yang berlarian dan bercengkrama dengan ayah bunda.
Guncangan itu tiba-tiba datang menyapa dengan kuatnya. Membuat jiwa tersentak. Teriakan dan lolongan ketakutan terdengar dari berbagai penjuru. air mata tumpah membentuk ribuan anak-anak sungai.
Bangunan roboh. Gedung-gedung hancur, Semua berlari tak tau arah. Hentakannya membuat perasaan bagai digulung-gulung pusaran angin yang akan membawa terbang menembus langit ke tujuh.
Dasyat.....sungguh dasyat goncangan gempa yang menimpa bumi Minang kala itu. Goncangan yang memberikan peringatan kepada setiap insan bahwa azab Allah itu benar adanya. Balasan buat tingkah polah kita yang lari dari aturanNya. Masihkah kita mengingkarinya?
______
TUJUH BELAS ENAM BELAS
Tujuh belas enam belas
di penghujung bulan sembilan
Ranah minang kembali diguncang gempa
gempa yang amat dasyat...
Gedung-gedung hancur
ribuan orang tertimbun reruntuhan
Sawah ladang disapu longsor
orang tua kehilangan anak
anak kehilangan orang tua
sanak saudara bercerai berai
semua bersedih
semua berduka
semua trauma
bumi minang menangis...
Tujuh belas enam belas
adalah teguran dari yang maha penguasa
untuk meninggalkan semua perbuatan dosa
dan kembali ke jalannya
Tujuh belas enam belas
di penghujung bulan September itu
menyisakan serpihan-serpihan hati
'ntuk menata kehidupan yang baru
yang benar-benar bersih.
[Payakumbuh, 30 September 2009]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar