By. Rieny
Menunggu seseorang yang tidak diketahui lagi rimbanya, sama saja seperti kita menunggu kereta lewat di halte bus. Ahh…..entah dimana cowok bersepeda itu sekarang.
I don’t know why.
You said goodbye
Just let me know you didn’t go forever my love
Please tell me why, you make me cry
I beg you please on my kness if that’s
what you want me to
Never knew that it would go so far...
Tembang Nostalgia Boulevard dari Dan Byrd yang sangat hits di eranya itu mengalun manis di bus yang kunaiki menuju tempat tugas pagi ini. Tembang itu menggiring anganku kembali ke masa lalu. Tanpa terasa ada rintik yang jatuh dari kelopak mataku yang mulai memerah. Aku larut menikmati bait demi bait liriknya.
“Udah ah, jangan cengeng gitu, ngga malu apa sama spion bus yang ngintip kamu dari tadi?” ujar sapu tangan bermotif setangkai Bunga mawar yang sudah mulai basah kejatuhan bulir-bulir rintik yang menetes.
“Ups maaf, aku terbawa suasana karna lagu ini.” Jawabku lirih sambil bergegas menyeka tetesan air mata yang masih mengalir di kedua pipiku seraya melirik ke kiri dank e kanan. Semua penumpang asyik dengan dunianya. Ada yang tidur, ada juga yang sibuk dengan gawainya. Syukurlah tidak ada yang memperhatikanku.
Boulevard terus mengalun merdu, dan aku pun semakin terseret ke masa itu. Masa saat aku masih berseragam putih dongker.
***
“Halo teman-teman, perkenalkan Aku Rani, putri pertama dari enam bersaudara. Cewek setengah pendiam yang ngga mau diam. Sapaku pada teman-teman di kelas baruku.
“setengah pendiam gimana maksudmu? Aneh-aneh saja kamu,”kemoceng kelas bertanya heran.
“aku itu dasarnya mempunyai sifat pendiam, tapi kalau aku ketemu dengan orang ceria, aku bisa heboh juga kayak mereka. Tapi kalau ketemu ama si pendiam juga, aku akan diam membisu.”
Hari-hariku disibukkan dengan kegiatan sekolah. Pergi pagi dan pulang petang. Aku mencemplungkan diri di beberapa kegiatan untuk melawan rasa tak PD yang selalu bergelayut manja. Aku mulai memberanikan diri tampil di depan kelas atau di depan forum kegiatan. Kusingkirkan rasa malu yang selama menghambat keberanianku dan memendam erat bakat dan potensi yang aku miliki.
“Hai Raniii…..Aktif banget nih di ekskul, apa kamu ngga lelah?” Belalang kecil yang sering mampir di lokal bertanya usil.
“Ngga lah, kenapa capek?” aku menjalaninya dengan riang gembira. Semua kegiatan menyenangkan bagiku. “ jawabku sambil melempar senyuman manis buat sihijau belalang.
***
Tepukan lembut di pundakku mengagetkanku dari lamuanan.
“Pagi-pagi udah ngelamun, mikirin apa hayooo….?” Temanku Janet bertanya usil.
“Ngga ada apa-apa Janet.”jawabku menghindar
“Matamu ngga bisa bohong Ran, kulihat di sana ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Kalau kamu tak keberatan kamu bisa berbagi denganku”
“Ok deh, kita ke taman yuk…”ajakku sambil menggandeng tangan Janet menuju taman sekolah.
Di bangku taman yang asri dan semerbak oleh aroma bunga-bunga yang merekah aku mulai berkisah. Janet dengan sabar mendengarkan ceritaku dan sekali-sekali bertanya.
“Janet, seandainya waktu ini bisa dibalikin aku ingin balik ke masa lalu.”
“Apa..? kamu ngga lagi bercanda kan Ran? Kamu sehat?” Tanya Janet kaget mendengar pernyataanku tadi.
“Aku sehat Janet, sangat sehat…”jawabku
“Lalu kenapa ada pikiran seperti itu? Apakah kamu tidak berbahagia sekarang?ahh kamuu….kenapa jadi mellow begini? Kemana perginya Rani yang selama ini aku kenal? Rani yang selalu bersemangat dan tidak cengeng seperti ini.”
“Aku kangen masa lalu ku, ada sepenggal kisahku yang tercecer di sana dan aku ingin memungutnya kembali.”
“Masa itu menjadi bagian dari perjalanan kisah hidupku dan sebagai saksi keceriaan masa remajaku, masa penuh kenangan, masa yang memiliki harapan, walaupun ada satu harapan yang tidak pernah terwujud.”
“Harapan yang tidak terwujud?” Tanya Janet penasaran
“Ia….Harapan yang telah tenggelam. Tentang rasa suka yang dipendam, perasaan diam-diam yang tidak pernah terungkap. Sampai sekarang aku terus dihantui perasaan itu. Betapa tersiksanya aku sekian lama bergulat dengan perasaan yang tak menentu.”
“Bangun Ran, berhentilah bermimpi, tidak mungkin kita bisa memungut kembali apa yang sudah kita tinggalkan di masa lalu. Masa itu sudah lama berlalu. Jejaknya sudah tergilas oleh zaman dan waktu.” Janet memcoba memberi pengertian padaku.
“Tapi Janet….aku tidak bisa melupakannya. Bayangannya selalu hadir menari-nari di pelupuk mataku.
“Bolehkah aku tahu siapa dia yang telah membuatmu begini?”
“Dia, cowok bersepeda.”
“Cowok bersepeda?”
“Iya, dia yang telah mencuri hatiku. Sebingkai wajah yang aku simpan selama ini.”
“Apabila kuingat lagi sosok itu, dadaku terasa sesak . Aku sesali kebodohanku dengan membiarkan dia pergi saat itu dengan membawa sepotong hatiku tanpa dia sadari, Dia pergi, berlalu begitu saja meninggalkanku dan tidak pernah kembali lagi hingga saat ini.”
“Hmm….”
“Menurut orang lain, aku mungkin berlebihan, lebay atau apalah namanya atau menganggapku terlalu bodoh menyimpan rasa sedalam itu kepada orang yang tidak diketahui lagi rimbanya, dan tidak wajar betah menunggu bertahun-tahun lamanya, walau tidak ada sedikitpun secercah harapan yang kuketahui tentang keberadaannya.”
“Pendapatku juga begitu Ran, kamu terlalu larut dengan perasaan masa lalu. Bagaiman pun juga sekarang zaman sudah berubah, dia pun entah di mana sekarang."
"Dia belum tentu juga ingat denganmu. Buat apa kamu masih saja menyimpan rasa itu? lupakan dia dan buka matamu untuk menikmati keadaan sekarang.”
“Aku ngga bisa Janet, sangat susah bagiku untuk melupakannya.”
“Kamu bisa, asal kamu mau.”
“Arhhhh……”
"Kalau kamu mau bahagia, bergegaslah bangkit dari tidurmu. Tinggalkan masa lalu. Nikmati hari ini, dan hiduplah pada hari ini."ujar Janet tegas
Serasa berada di persimpangan, apa yang harus aku lakukan?
Menunggu seseorang yang tidak diketahui lagi rimbanya, sama saja seperti kita menunggu kereta lewat di halte bus. Ahh…..entah dimana cowok bersepeda itu sekarang.
I don’t know why.
You said goodbye
Just let me know you didn’t go forever my love
Please tell me why, you make me cry
I beg you please on my kness if that’s
what you want me to
Never knew that it would go so far...
Tembang Nostalgia Boulevard dari Dan Byrd yang sangat hits di eranya itu mengalun manis di bus yang kunaiki menuju tempat tugas pagi ini. Tembang itu menggiring anganku kembali ke masa lalu. Tanpa terasa ada rintik yang jatuh dari kelopak mataku yang mulai memerah. Aku larut menikmati bait demi bait liriknya.
“Udah ah, jangan cengeng gitu, ngga malu apa sama spion bus yang ngintip kamu dari tadi?” ujar sapu tangan bermotif setangkai Bunga mawar yang sudah mulai basah kejatuhan bulir-bulir rintik yang menetes.
“Ups maaf, aku terbawa suasana karna lagu ini.” Jawabku lirih sambil bergegas menyeka tetesan air mata yang masih mengalir di kedua pipiku seraya melirik ke kiri dank e kanan. Semua penumpang asyik dengan dunianya. Ada yang tidur, ada juga yang sibuk dengan gawainya. Syukurlah tidak ada yang memperhatikanku.
Boulevard terus mengalun merdu, dan aku pun semakin terseret ke masa itu. Masa saat aku masih berseragam putih dongker.
***
“Halo teman-teman, perkenalkan Aku Rani, putri pertama dari enam bersaudara. Cewek setengah pendiam yang ngga mau diam. Sapaku pada teman-teman di kelas baruku.
“setengah pendiam gimana maksudmu? Aneh-aneh saja kamu,”kemoceng kelas bertanya heran.
“aku itu dasarnya mempunyai sifat pendiam, tapi kalau aku ketemu dengan orang ceria, aku bisa heboh juga kayak mereka. Tapi kalau ketemu ama si pendiam juga, aku akan diam membisu.”
Hari-hariku disibukkan dengan kegiatan sekolah. Pergi pagi dan pulang petang. Aku mencemplungkan diri di beberapa kegiatan untuk melawan rasa tak PD yang selalu bergelayut manja. Aku mulai memberanikan diri tampil di depan kelas atau di depan forum kegiatan. Kusingkirkan rasa malu yang selama menghambat keberanianku dan memendam erat bakat dan potensi yang aku miliki.
“Hai Raniii…..Aktif banget nih di ekskul, apa kamu ngga lelah?” Belalang kecil yang sering mampir di lokal bertanya usil.
“Ngga lah, kenapa capek?” aku menjalaninya dengan riang gembira. Semua kegiatan menyenangkan bagiku. “ jawabku sambil melempar senyuman manis buat sihijau belalang.
***
Tepukan lembut di pundakku mengagetkanku dari lamuanan.
“Pagi-pagi udah ngelamun, mikirin apa hayooo….?” Temanku Janet bertanya usil.
“Ngga ada apa-apa Janet.”jawabku menghindar
“Matamu ngga bisa bohong Ran, kulihat di sana ada sesuatu yang kamu sembunyikan. Kalau kamu tak keberatan kamu bisa berbagi denganku”
“Ok deh, kita ke taman yuk…”ajakku sambil menggandeng tangan Janet menuju taman sekolah.
Di bangku taman yang asri dan semerbak oleh aroma bunga-bunga yang merekah aku mulai berkisah. Janet dengan sabar mendengarkan ceritaku dan sekali-sekali bertanya.
“Janet, seandainya waktu ini bisa dibalikin aku ingin balik ke masa lalu.”
“Apa..? kamu ngga lagi bercanda kan Ran? Kamu sehat?” Tanya Janet kaget mendengar pernyataanku tadi.
“Aku sehat Janet, sangat sehat…”jawabku
“Lalu kenapa ada pikiran seperti itu? Apakah kamu tidak berbahagia sekarang?ahh kamuu….kenapa jadi mellow begini? Kemana perginya Rani yang selama ini aku kenal? Rani yang selalu bersemangat dan tidak cengeng seperti ini.”
“Aku kangen masa lalu ku, ada sepenggal kisahku yang tercecer di sana dan aku ingin memungutnya kembali.”
“Masa itu menjadi bagian dari perjalanan kisah hidupku dan sebagai saksi keceriaan masa remajaku, masa penuh kenangan, masa yang memiliki harapan, walaupun ada satu harapan yang tidak pernah terwujud.”
“Harapan yang tidak terwujud?” Tanya Janet penasaran
“Ia….Harapan yang telah tenggelam. Tentang rasa suka yang dipendam, perasaan diam-diam yang tidak pernah terungkap. Sampai sekarang aku terus dihantui perasaan itu. Betapa tersiksanya aku sekian lama bergulat dengan perasaan yang tak menentu.”
“Bangun Ran, berhentilah bermimpi, tidak mungkin kita bisa memungut kembali apa yang sudah kita tinggalkan di masa lalu. Masa itu sudah lama berlalu. Jejaknya sudah tergilas oleh zaman dan waktu.” Janet memcoba memberi pengertian padaku.
“Tapi Janet….aku tidak bisa melupakannya. Bayangannya selalu hadir menari-nari di pelupuk mataku.
“Bolehkah aku tahu siapa dia yang telah membuatmu begini?”
“Dia, cowok bersepeda.”
“Cowok bersepeda?”
“Iya, dia yang telah mencuri hatiku. Sebingkai wajah yang aku simpan selama ini.”
“Apabila kuingat lagi sosok itu, dadaku terasa sesak . Aku sesali kebodohanku dengan membiarkan dia pergi saat itu dengan membawa sepotong hatiku tanpa dia sadari, Dia pergi, berlalu begitu saja meninggalkanku dan tidak pernah kembali lagi hingga saat ini.”
“Hmm….”
“Menurut orang lain, aku mungkin berlebihan, lebay atau apalah namanya atau menganggapku terlalu bodoh menyimpan rasa sedalam itu kepada orang yang tidak diketahui lagi rimbanya, dan tidak wajar betah menunggu bertahun-tahun lamanya, walau tidak ada sedikitpun secercah harapan yang kuketahui tentang keberadaannya.”
“Pendapatku juga begitu Ran, kamu terlalu larut dengan perasaan masa lalu. Bagaiman pun juga sekarang zaman sudah berubah, dia pun entah di mana sekarang."
"Dia belum tentu juga ingat denganmu. Buat apa kamu masih saja menyimpan rasa itu? lupakan dia dan buka matamu untuk menikmati keadaan sekarang.”
“Aku ngga bisa Janet, sangat susah bagiku untuk melupakannya.”
“Kamu bisa, asal kamu mau.”
“Arhhhh……”
"Kalau kamu mau bahagia, bergegaslah bangkit dari tidurmu. Tinggalkan masa lalu. Nikmati hari ini, dan hiduplah pada hari ini."ujar Janet tegas
Serasa berada di persimpangan, apa yang harus aku lakukan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar