By_Rien |
Di sini, di tempat yang jauh dari kesunyian aku merenung sendiri. Mendengarkan suara hati dan Berbicara dengan jiwa. Begitu banyak beban yang menghimpit, membuat sesak ruang dada. Masihkah ada celah untuk mengecap bahagia?
“Ada apa, kenapa dikau bersedih?”
Aku tengadahkan kepala, melirik kiri dan kanan tak ada siapa-siapa. Hanya dedaunan hijau yang tumbuh dengan rimbun, lalu dari mana datangnya suara itu?”
“Aku tak apa-apa.”
“Lalu kenapa dikau melamun dari tadi? maukah dikau berbagi cerita denganku?”
“Hmm…baiklah.”
“Silahkan ceritakan apa masalahmu.”
“Aku kesandung lagi, jeratan masalah kembali datang melilit. Aku kalah,.”
“Hei…jangan begitu! tak boleh berputus asa.”
“Ia sobat, aku ngga kuat, aku lelah…”
Hembusan angin terasa sangat kencang berhembus, udara dingin begitu kuat mencekam setiap sudut persendian.
Kupagut gigilku dari gerimis halus yang jatuh satu persatu. Aku masih bersimpuh di bawah pohon rindang ini. Menumpahkan segala gundah dan berbagi resah dengan ilalang yang tumbuh liar.
“Begini ya sobatku….hidup Ini bagaikan perputaran bumi, rasa bahagia dan sedih sering datang menghampiri. Mengusik silih berganti , mengaduk-aduk emosi, air mata pun bersaksi atas semua kejadian pada diri. Itu semua sudah menjadi takdir ilahi, untuk apa disesali?”
“Aku tidak menyesalinya, tapi aku merasa panik kalau terus menerus dihujani oleh lembaran-lembaran masalah.”
“iapa pun tidak akan luput dari terjangan masalah. Persoalan bisa datang menghantam siapa saja. Tidak peduli keci atau tua. Kaya atau miskin , orang berilmu atau tidak. Semuanya disapu oleh tiupan problematika kehidupan. Sabar dan ikhlas adalah kunci untuk menghadapinya.”
“Iya, aku setuju.”
“Jenis masalah tentu tidaklah sama pada setiap kita. Mulai dari masalah sepele yang bikin kening mengerinyit hingga masalah super besar yang menghamburkan air mata.”
“Air mata?”
“Ia, airmata. Banyak hal yang bisa membuat netra mengeluarkan air mata. Kadang tumpah dari luka yang menganga, bisa juga dari rasa suka cita. “
“Pernahkah dikau menangis.”
“Ia, sering.”
Kemudian desiran angin kembali berkelebat kencang. Rajawali muncul dengan gagahnya. Mata bulatnya menyapu satu persatu insan penikmat kata. Munculkan pesona yang ada. Dengan kepakan sayap yang perkasa dia datang mengurai tangis, kemudian menyapa dengan ramah.
“Apa warna tangismu.” Terdengar suara lirih berbisik.
Warna tangisku bening seperti percikan embun pagi. Aku tengadahkan kepala seraya menjawab pertanyaannya.
“Mengapa Allah memberikan kemampuan padamu utk menangis?”
“Agar kita bisa menumpahkan sesak di dada. Membuang rasa sakit lewat butiran air mata. Rintik yang berhamburan bisa meringankan beban di hati.
“Bagaimana caramu menjual tangis?”
“Dengan menggali potensi yang ada pada diriku. Mengoptimalkan semua kemampuan agar tangis yang berderai bisa berganti dengan bongkahan berlian.”
“Berapa harga tangismu?”
“ku jual tangisku satu milyar. Buliran bening yang menggenangi pipi memotivasi untuk berusaha lebih giat menggapai mimpi. Walau jatuh aku akan bangkit lagi bersama semangat air mata menghadapi segala rintangan.”
“Serpihan tangis yang berurai akan membawaku pada sebuah prestasi yang bisa mengganti kerikil-kerikil kecil menjadi permata yang bernilai tinggi.”
“Sejujurnya, apa saja yang bisa membuatmu menangis?”
“Air mata sering jatuh tak diundang. Banyak penyebab dia berhamburan begitu saja. Kejadian yang menyentuh bisa membuat hati sedih dan menangis. Kejutan yang mengharu biru kadang rintik juga bergulir lembut. Rasa suka dan duka bergantian bercengkrama dengan air mata.”
“pan kau bener bener bersyukur atas kemampuanmu menangis?”
“Setelah kutumpahkan semua gundah dan resah yang mengusik, timbullah perasaan nyaman seakan lepas dari suatu beban. Maka aku sangat bersyukur diberi kemampuan menangis karena dengan itu aku bisa terlepas dari sesak yang menghimpit.”
“Lalu apa yg ingin kau katakan pada airmatamu?”
“Air mata....engkaulah saksi atas semua rasa gelisah dan bahagia yang menyapa. Rintikmu setia menemaniku dikala suka dan duka. Semoga setiap bulir yang jatuh bisa mengobati sesak di dada. Jangan beranjak dariku, aku butuh cairan beningmu untuk membasuh luka.”
Tangisku bagaikan jebolan air yang lepas dari kanalnya, berhamburan tak bisa ditahan sehingga tumpah ruah membasahi pipi.
“Tangis adalah karunia, karena bisa jadi tulisan. Setiap bulirnya mampu merangkai kata”
Menagislah, kemudian ubah setiap bulir air matamu menjadi butiran berlian yang ditawar satu milyar. Bangkitlah dari keterpurukan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar