By. Rien
Pyarr….!
Pyarr….!
Pyarr….!
Gelas yang ada ditanganku jatuh dan pecah berderai di lantai. Bagaikan disambar petir di siang hari, aku kaget setengah mati mendapatkan tamparan yang sangat keras ini.
Pipiku langsung memerah, terbakar membara dan terasa sangat panas. Semakin panas karena bercampur oleh cairan yang mengalir deras oleh luapan netraku yang jebol tak terbendung. Kurasakan kesedihan yang amat dalam, dada ini begitu sesak menahan beban yang kuat menghantam.
Seluruh persendianku terasa mau rontok, tenagaku lenyap. Tubuhku tak berdaya. Apa yang aku takutkan ternyata terjadi juga. Nyanyian kata itu mampu membuatnya berubah menjadi macan yang siap menerkam dan sukses memporak porandakan kepercayaan yang pernah ada.
Lembaran-lembaran kepercayaan yang telah lama kita rajut, seketika benangnnya putus satu persatu. Untaiannya menjadi kusut, berserakan dan terburai kemana-mana.
“Siapa dia?” tanyamu seraya menatapku dengan pandangan yang tajam. Matamu memerah semerah cabe tetangga sebelah yang baru saja di panen pagi ini.
Aku hanya bisa terdiam, tak berkutik dan tak berani memandang rupamu yang semakin mengganas.
“Helena…jawaaab….kamu tidak bisukan?” suaramu semakin menggelegar menggetarkan semua perabot yang ada di ruangan tamu. Aku semakin berinsut dan tersandar di pojok ruangan . Tubuhku gemetar dan semakin takut oleh terkaman kata-katamu yang tak terkendali.
Plak…..
Tamparan itu mendarat lagi di pipiku yang sudah terbakar oleh panasnya lontaran amarah dan cacianmu yang terus menghujaniku. Aku tak mampu berkata dan membela diri. Nyaliku terkalahkan oleh beringasnya hasutan setan yang bersarang dengan congkaknya di jiwamu yang kusut.
“Dasar perempuan tak tahu diri, pergilah dari hadapanku !” umpatan itu terus saja dan menusuk tajam.
Aku hanya bisa menjerit tak bersuara, dan dengan isak yang tertahan. Teriakanku yang keras bisa membuatnya semakin garang membabi buta. Kutahan perih yang bertahta di atas lukaku yang semakin menganga.
Empat baris pesan singkat itu adalah awal petaka. Petaka yang yang menguntai lara. Lara dan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar